Jakarta (ANTARA) - Para ekonom mengungkapkan pandangan berbeda mengenai arah kebijakan suku bunga acuan (BI-Rate) periode Agustus 2025, antara bertahan di level 5,25 persen atau turun, yang menunjukkan sinyalemen kebijakan moneter lebih longgar.
Global Markets Economist Maybank Indonesia Myrdal Gunarto memperkirakan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Rabu ini akan mengumumkan BI-Rate tetap dipertahankan di level 5,25 persen. Menurutnya, pengaruh perubahan pasar global, risiko geopolitik, serta efek perang dagang terhadap inflasi, belum mereda hingga sekarang.
“Kemungkinan masih belum dulu untuk melakukan kebijakan penurunan suku bunga. Sambil BI juga kelihatannya akan melihat dampak dari implikasi kebijakan suku bunga yang mereka lakukan,” kata Myrdal saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, ia mencatat bahwa arah pasar keuangan global menunjukkan tren koreksi setelah momen 17 Agustus 2025. Pelaku pasar juga masih menunggu kepastian kebijakan The Fed, sementara nilai tukar rupiah masih berada di kisaran Rp16.200-an per dolar AS dan diperkirakan sulit menembus Rp16.000.
Sementara inflasi domestik tercatat naik pada Juli dan diperkirakan tetap berada di kisaran 2,30-2,50 persen secara tahunan (year on year/yoy) pada Agustus 2025.
Hal senada juga disampaikan Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky.
Ia mencatat bahwa inflasi Indonesia saat ini sedang mengalami akselerasi dalam beberapa bulan terakhir, yaitu meningkat dari 1,60 persen (yoy) pada Mei lalu menjadi 2,37 persen (yoy) pada Juli 2025 dan mulai mendekati titik tengah target inflasi bank sentral.
Dari sisi eksternal, Indonesia saat ini menikmati episode derasnya aliran masuk arus modal asing dan penguatan rupiah dalam beberapa minggu belakangan.
Indonesia mengalami arus modal masuk secara signifikan ke pasar obligasi dan saham masing-masing sebesar 0,92 miliar dolar AS dan 0,16 miliar dolar AS dalam beberapa minggu terakhir, dipicu oleh ekspektasi pemotongan suku bunga The Fed.
Nilai tukar rupiah terapresiasi sebesar 1,04 persen (month to month/mtm) dalam satu bulan terakhir, menguat dari Rp16.265 per dolar AS pada 16 Juli lalu ke Rp16.100 per dolar AS pada 16 Agustus.
Baca juga: BRI: Penurunan BI-Rate positif bagi pendanaan maupun kredit
Baca juga: OJK: Penurunan bunga kredit pertimbangkan kondisi masing-masing bank
Baca juga: LPS akan sesuaikan TBP agar dukung transmisi kebijakan moneter
Namun, faktor eksternal terkini cenderung memiliki ketidakpastian yang tinggi. Dengan mulai berlakunya tarif dagang Trump, LPEM FEB UI mencatat bahwa risiko tekanan inflasi di beberapa bulan mendatang menjadi cukup nyata.
Keputusan BI untuk memotong suku bunga kebijakan di bulan lalu menandai pemotongan suku bunga ketiga selama 2025. LPEM FEB UI memandang, pemangkasan suku bunga lebih lanjut cenderung meningkatkan risiko naiknya inflasi dalam waktu dekat.
“Oleh sebab itu, kami berpandangan bahwa BI perlu menahan suku bunga acuannya di 5,25 persen pada RDG di Agustus 2025 dan sembari menjaga kewaspadaan terhadap kebutuhan intervensi dalam usaha stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah potensi tekanan eksternal yang terus meningkat,” kata Riefky.
Sementara itu, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro memperkirakan BI-Rate dipangkas sebesar 25 basis poin (bps) ke level 5 persen. Alasannya, jelas Andry, rupiah relatif stabil, inflasi masih rendah, serta kebutuhan untuk menopang pertumbuhan.
Hal serupa disampaikan Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede yang juga memproyeksikan BI-Rate dipangkas menjadi 5 persen pada RDG BI Agustus ini.
Josua mencatat bahwa inflasi dan ekspektasinya tetap well-anchored, rupiah stabil bahkan menguat sepanjang Agustus, dan kondisi di pasar uang yang mengindikasikan potensi penurunan suku bunga.
“Pertumbuhan ekonomi tetap di kisaran 5 persen dengan kredit tumbuh tinggi single digit. Pemangkasan 25 bps akan mendukung transmisi ke suku bunga kredit tanpa mengganggu stabilitas, apalagi BI tetap mempertahankan bauran kebijakan (triple intervention serta instrumen SRBI, SVBI, dan SUVBI) untuk meredam tekanan arus modal maupun nilai tukar,” kata Josua.
Baca juga: BI: Ada peluang BI-Rate turun, namun tetap ikuti dinamika ekonomi
Baca juga: BEI yakin transaksi harian Rp13,5 triliun ditopang pemangkasan BI-Rate
Baca juga: Rupiah menguat karena minat pasar asing terhadap saham RI meningkat
Pewarta: Rizka Khaerunnisa
Editor: Indra Arief Pribadi
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.