
PERWAKILAN Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) sekaligus anggota Komisi X DPR Ahmad Dhani Prasetyo menyinggung lemahnya perlindungan hukum kepada komposer yang tak berprofesi sebagai penyanyi maupun pemain band. Kondisi ini dinilai terjadi imbas pemerintahan Presiden ketujuh RI Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly.
"Dengan pemerintahan yang dipimpin oleh Pak Jokowi dan menterinya Pak Yasona. Karena kalau ketika interpretasi hukumnya sama seperti yang ada di LMKN yang sekarang ini, maka akan terjadi loophole-loophole lagi yang akan merugikan komposer," kata Dhani saat rapat koordinasi terkait pembahasan royalti di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (27/8).
Menurut Dhani, komposer kerap tak mendapatkan haknya. Hal ini disebabkan oleh lemahnya implementasi aturan perlindungan hak para pencipta karya di dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta. Pentolan grup band Dewa 19 itu harap interpretasi hukum mengenai royalti dalam pembahasan revisi beleid itu ke depan tidak mengulang kebijakan era pemerintahan sebelumnya. Dia mengatakan posisi penyanyi justru lebih mudah memperoleh keuntungan dari penggunaan karya lagu ciptaan komposer.
“Saya disini memperjuangkan komposer-komposer yang tidak punya pekerjaan sebagai penyanyi seperti Ariel (Noah), komposer-komposer yang tidak punya pekerjaan sebagai pemain band,” ujar Dhani.
Dhani juga menyayangkan tidak adanya permintaan maaf dari pemerintah. Dia menganggap pemerintah lalai mengimplementasikan UU Hak Cipta, hingga membuat para komposer tak mendapat haknya.
“Tidak ada pemerintah maupun siapa saja yang minimal minta maaf, bilang, ‘sorry komposer, kami lalai bekerja’. Enggak ada sama sekali,” ujar Dhani.
Komisi XIII DPR menggelar rapat koordinasi terkait pembahasan pembayaran royalti lagu. Rapat ini merupakan tindak lanjut dari pertemuan sebelumnya.
Sejumlah musisi hadir dalam rapat konsultasi terkait membahas manajemen royalti dan permasalahannya dalam perlindungan karya serta hak cipta. Rapat berlangsung di Komisi XIII DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis siang, 21 Agustus 2025. (Fah/P-3)