
OMBUDSMAN Republik Indonesia menyoroti masih banyaknya peraturan daerah (perda) dan peraturan kepala daerah (perkada) yang bermasalah. Regulasi tersebut dinilai tidak hanya membuka peluang maladministrasi, tetapi juga berpotensi diskriminatif terhadap kelompok perempuan, miskin, dan rentan.
“Banyak laporan masyarakat masuk ke Ombudsman terkait pelaksanaan perda atau perkada. Tidak sedikit dari aturan itu justru memunculkan ketidakadilan sejak proses perumusan,” tegas Kepala Keasistenan Utama VII Ombudsman Diah Suryaningrum dalam acara Konsultasi Nasional: Rekomendasi dan Tinjau Ulang Kebijakan Daerah, Kamis (21/8).
Menurut Ombudsman, setidaknya terdapat ratusan kebijakan daerah yang semestinya dievaluasi karena tidak sesuai dengan prinsip pelayanan publik yang baik. Alih-alih melindungi masyarakat, aturan diskriminatif itu kerap menjadi dasar tindakan represif di lapangan.
Diah menekankan pentingnya setiap pemerintah daerah menyusun kebijakan berperspektif hak asasi manusia (HAM) dan gender. Tanpa itu, regulasi daerah justru menjadi sumber ketidakpastian hukum dan memperlebar kesenjangan pelayanan publik.
Lembaga ini juga mengingatkan perlunya pengawasan berlapis agar pemerintah daerah tidak hanya berlindung di balik perda bermasalah.
“Daerah jangan hanya membuat aturan untuk menertibkan, tetapi harus memastikan setiap regulasi sesuai dengan mandat konstitusi: melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,” kata dia.
Diah menegaskan, Ombudsman menyatakan siap terus menerima laporan masyarakat dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah daerah agar praktik diskriminatif segera dihentikan. (H-2)