Jakarta (ANTARA) - Pelaku industri kripto menilai kehadiran stablecoin berbasis rupiah dapat membuka jalan bagi Indonesia untuk menjadi pusat kripto di kawasan regional, khususnya sebagai opsi lain pembayaran remitansi lintas negara.
Salah satu pemegang saham PT Indokripto Koin Semesta Tbk (COIN) Andrew Hidayat menyoroti stablecoin yang berpotensi menjadi alternatif sistem pembayaran lintas negara tanpa harus bergantung pada jalur remitansi konvensional.
Meski demikian, penciptaan stablecoin berbasis rupiah itu masih memerlukan pembahasan lebih lanjut di antara pedagang aset keuangan digital dan para regulator.
"Ini kita perlu memohon kerja sama dari OJK dan Bank Indonesia, regulator kita untuk bisa menerima stablecoin ini sebagai alat pembayaran di Indonesia hingga bisa lintas negara untuk transaksi, kita bisa tidak menggunakan SWIFT atau cara remittance lain sehingga bisa menjadi pemain regional," ujar Andrew saat ditemui di CFX Crypto Conference (CCC) 2025 di Tabanan, Bali, Kamis.
Stablecoin merupakan jenis aset kripto yang dirancang untuk memiliki nilai yang stabil.
Tidak seperti mata uang kripto lain seperti Bitcoin atau Ethereum yang harganya cenderung sangat fluktuatif.
Senada, CEO Indodax William Sutanto juga menilai stablecoin rupiah dapat mendisrupsi industri remitansi yang selama ini dikenakan biaya cukup tinggi, terutama untuk nominal kecil.
"Karena memang terutama remittance dengan jumlah yang kecil, itu fee-nya agak besar, bisa 5-7 persen. Dengan stablecoin kita bisa turunkan di bawah 1 persen. Nah dari situ kita melihat bahwa marketnya ada," tuturnya.
Apabila nantinya diresmikan di Indonesia, dirinya menilai inovasi stablecoin berbasis rupiah akan lebih ideal dibanding stablecoin global seperti USDT atau USDC.
Selain memperkuat kedaulatan mata uang nasional, stablecoin rupiah juga berpotensi memperluas eksposur rupiah ke pasar internasional.
"Dari situ (stablecoin) membuka peluang, misalkan nanti use case stablecoin rupiah untuk enable money market di Indonesia, untuk membeli obligasi, baik obligasi pemerintah maupun obligasi swasta di Indonesia. Kalau kita listing di luar negeri artinya orang luar negeri lebih gampang membeli stablecoin rupiah, kemudian lebih gampang membeli instrumen investasi berbasis rupiah," imbuhnya.
Sementara saat ini, William menyebut komunikasi dengan regulator seperti OJK dan Bank Indonesia telah berjalan meski struktur regulasi stablecoin di tanah air belum terbentuk.
Bank Indonesia, menurutnya, juga sudah terbuka akan kemungkinan opsi pembentukan stablecoin rupiah itu.
Pada kesempatan yang sama, Chief Marketing Officer Tokocrypto Wan Iqbal menambahkan untuk saat ini, remitansi menjadi salah satu penggunaan stablecoin yang paling mendesak.
"Karena remitansi itu masih cukup mahal saat ini, sekitar 5-7 persen biayanya. Volumenya sampai 10-15 miliar dolar AS di Indonesia, itu cukup besar untuk bisa diselesaikan dari sisi efisiensi," tambahnya.
Baca juga: Bitcoin terkoreksi jelang pidato Powell, investor perlu waspada
Baca juga: Indodax: Bitcoin sebagai aset cadangan nasinonal perlu dikaji serius
Baca juga: Tokocyrpto nilai SID perkuat kepercayaan terhadap ekosistem kripto
Pewarta: Bayu Saputra
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2025
Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.