TEMPO.CO, Jakarta - Prabowo Subianto menggunakan hak prerogatif sebagai presiden dengan memberikan abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong dan amnesti kepada 1.116 terpidana dari berbagai macam kasus, termasuk Hasto Kristiyanto, pada Kamis, 31 Juli 2025.
Sekretaris Negara Juri Ardiantoro mengatakan Prabowo memiliki prinsip semua harus bersama-sama dan bergotong royong apabila ingin maju, sehingga Prabowo akan mengambil kebijakan politik demi persatuan dan kesatuan.
“Jadi misalkan pemberian abolisi, amnesti, atau juga kebijakan lain yang bisa dimaknai dan bisa menjadi faktor mempererat, mempersatukan, seluruh elemen bangsa akan dilakukan oleh Bapak Presiden,” kata Juri di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 1 Agustus 2025.
Selain amnesti dan abolis, terdapat grasi dan rehabilitasi yang menjadi hak prerogatif Presiden Indonesia, yang diatur dalam UUD 1945. Masing-masing hak ini memiliki tujuan yang berbeda dan diatur dalam berbagai pasal yang menjadi dasar hukum pelaksanaannya.
Meskipun kesemuanya berhubungan dengan pembebasan atau pemulihan hak-hak individu, setiap jenis pengampunan ini memiliki prosedur dan ketentuan yang khas, sesuai dengan kebutuhan negara dan hukum yang berlaku.
Grasi
Grasi adalah bentuk pengampunan yang diberikan oleh Presiden kepada seseorang yang telah dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan. Grasi dapat berupa perubahan jenis hukuman, peringanan, pengurangan, atau bahkan penghapusan pelaksanaan pidana.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2010, grasi dapat diberikan atas permohonan terpidana yang telah memperoleh putusan pengadilan dengan kekuatan hukum tetap. Jenis pidana yang dapat diajukan untuk grasi antara lain pidana mati, penjara seumur hidup, atau pidana penjara dengan hukuman minimal dua tahun.
Terpidana dapat mengajukan permohonan grasi dalam waktu satu tahun setelah putusan hukum yang dijatuhkan. Proses pengajuan ini kemudian akan melalui pertimbangan Mahkamah Agung (MA) sebelum keputusan diberikan oleh Presiden.
Amnesti
Amnesti adalah pengampunan yang diberikan kepada individu atau kelompok atas tindak pidana yang telah mereka lakukan, dengan menghapuskan seluruh akibat hukum dari perbuatan tersebut. Setelah mendapatkan amnesti, semua hukuman yang telah dijatuhkan kepada terpidana dianggap tidak berlaku lagi, dan kesalahan yang dilakukan dianggap lenyap.
Pemberian amnesti ini dapat dilakukan dalam bentuk umum atau khusus sesuai dengan kebijakan Presiden. Berdasarkan Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1954, pemberian amnesti dapat melibatkan kelompok besar atau individu tertentu, dan keputusan ini dapat didorong oleh pertimbangan situasi sosial, politik, dan kebutuhan negara.
Abolisi
Abolisi berhubungan dengan penghapusan proses hukum terhadap individu yang sedang atau akan menjalani peradilan. Berbeda dengan amnesti yang lebih bersifat pengampunan terhadap hukuman yang sudah dijatuhkan, abolisi berfungsi untuk mengakhiri proses hukum yang tengah berlangsung.
Pemberian abolisi ini memerlukan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945. Sebuah proses hukum dapat dihentikan melalui keputusan Presiden yang didasari oleh pertimbangan-pertimbangan DPR, yang melihat situasi dan konteks dari kasus yang dihadapi.
Rehabilitasi
Rehabilitasi adalah proses pemulihan hak-hak individu yang telah terbukti tidak bersalah setelah menjalani masa hukuman atau terlibat dalam proses hukum yang salah. Hal ini berlaku bagi mereka yang terbukti tidak bersalah setelah melalui penyidikan, penuntutan, atau peradilan. Presiden dapat memberikan rehabilitasi berdasarkan pertimbangan Mahkamah Agung, sebagaimana diatur dalam Pasal 14 ayat 2 UUD 1945.
Pemberian rehabilitasi bertujuan untuk mengembalikan martabat, kedudukan, dan hak-hak individu yang telah dirugikan akibat kesalahan dalam proses hukum. Pemulihan ini dapat mencakup penghapusan catatan kriminal atau memberikan ganti rugi bagi mereka yang telah mengalami ketidakadilan.