KETUA Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Ahmad Muzani mengakui adanya godaan untuk mengabaikan konstitusi. Politikus Partai Gerindra itu pun meminta bangsa Indonesia untuk berhati-hati.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Muzani menyampaikan ini dalam pidato sambutan peringatan Hari Konstitusi yang jatuh sehari setelah kemerdekaan Indonesia. “Kita tidak boleh lengah karena kita sering dihadapkan kepada godaan untuk mengabaikan konstitusi itu sendiri,” kata Muzani di Gedung Nusantara IV, Kompleks Parlemen, Senin malam, 18 Agustus 2025.
Menurut dia, pengabaian konstitusi muncul ketika norma-norma luhur konstitusi direduksi hanya menjadi formalisme belaka. Padahal konstitusi merefleksikan perjalanan perjuangan bangsa dan gagasan-gagasan ideal untuk mewujudkan negara Indonesia yang modern.
Muzani menyatakan konstitusi Indonesia diwarnai oleh pertentangan antara kepentingan politik dan ideologi yang kerap berujung pada konflik di tingkat akar rumput. “Ini ancaman nyata, dan sikap ini akan menggerogoti sendi-sendi kita sebagai negara, merusak tatanan hukum,” kata dia.
Maka dari itu, MPR memainkan peran yang krusial dalam mengawal konstitusi. Muzani bahkan menyebut Majelis merupakan benteng terakhir penjaga konstitusi.
Dia mengatakan MPR perlu memastikan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 tetap utuh, relevan, dan menjadi pendorongan tertinggi bagi rakyat Indonesia. “MPR memastikan bahwa janji kemerdekaan tetap terwujud dalam keadilan, kemakmuran, persatuan, dan kedaulatan yang sejati,” ujar Muzani.
Ia pun menegaskan komitmennya untuk berhati-hati dalam melakukan proses perubahan Undang-Undang Dasar 1945. “Meskipun MPR memiliki kewenangan untuk melakukan perubahan amandemen Undang-Undang Dasar, tapi kami akan sangat-sangat hati-hati dalam melakukan atau menjalankan kewenangan tersebut,” kata dia.
Meski begitu, Muzani mengatakan amandemen bukan solusi instan untuk setiap masalah. Amandemen harus melalui proses yang panjang. Ia mengatakan perubahan konstitusi harus berjalan secara transparan dan partisipatif.
Masyarakat, ujar Muzani, harus mengetahui setiap langkah dan alasan di balik usulan perubahan. Dia menyatakan amandemen harus bersifat partisipatif dengan melibatkan seluruh elemen. Baik dari golongan akademisi, tokoh masyarakat, hingga rakyat.