SEJUMLAH pengamat dan akademisi mengatakan demo besar yang dilakukan warga Pati, Jawa Tengah, berpotensi merembet ke daerah lain. Selain itu, tuntutan mundur yang diterima oleh Bupati Pati Sudewo tidak lepas dari dampak kebijakan pemerintah pusat, yaitu pemangkasan anggaran ke daerah.
Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance, Didin S. Damanhuri, mengatakan protes warga akibat naiknya tarif pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2) hingga 250 persen di Kabupaten Pati bisa menggelinding ke berbagai wilayah lain.
Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca
Sebab, kata dia, selain Bupati Pati Sudewo, sejumlah kepala daerah menaikkan pajak hingga berkali-kali lipat. Kenaikan pajak di beberapa daerah bahkan lebih tinggi dibanding di Pati. Menurut Didin, pemerintah pusat harus berhati-hati dengan potensi ini.
“Ini pintu masuk. Pemantik ke berbagai daerah, harus hati-hati dengan emosi rakyat,” kata guru besar Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor itu saat dihubungi pada Rabu, 13 Agustus 2025.
Hal serupa diutarakan Direktur Eksekutif Trias Politika Agung Baskoro. Ia menyatakan demonstrasi di Pati bisa saja menyebar ke daerah lain apabila kepala daerah membuat kebijakan yang tidak populis. “Sehingga bisa menjadi alarm bagi semua untuk tidak melakukan hal serupa,” ujar Agung kepada Tempo, Rabu, 13 Agustus 2025.
Menurut Agung, sosio-demografi pemilih makin kritis dan melek secara politik ataupun informasi. Jadi kejadian di Pati menjadi mitigasi pejabat untuk mengambil kebijakan. Ia mengatakan demonstrasi di Pati juga menjadi pengingat bagi pemerintah daerah dan pusat agar tidak bermain-main dengan aspirasi publik.
Dosen komunikasi politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio, menilai kasus Bupati Sudewo bukan semata-mata disebabkan oleh kenaikan tarif PBB-P2 hingga 250 persen. “Tapi gaya menantang masyarakat itu, yang mengatakan 50 ribu orang demo juga tidak apa-apa. Datangi saja. Nah, itu yang kemudian bergolak,” kata Hendri kepada Tempo, Rabu, 13 Agustus 2025.
Dosen Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, mengatakan tuntutan mundur yang diterima oleh Sudewo tidak lepas dari dampak kebijakan pemerintah pusat yang memangkas anggaran ke daerah. Syafruddin menilai pemangkasan anggaran ke daerah ini menekan pemerintah lokal menggenjot pendapatan asli mereka.
Di samping itu, ia menyebutkan fenomena di Pati merupakan cerminan di daerah lain. Pemerintah pusat, kata dia, harus memberikan perhatian serius, terutama dalam mengelola fiskal pusat serta daerah secara berkeadilan. “Risiko instabilitas sosial dapat meluas. Spill-over effects dari Pati bisa menyebar ke daerah lain jika tekanan fiskal dan respons kebijakan serupa terus berulang,” ucapnya.