TEMPO.CO, Jakarta - Istana Kepresidenan mengatakan penghapusan tantiem dan insentif bagi komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan anak usaha sebagai upaya membenahi BUMN.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Juru bicara Presiden Prabowo Subianto sekaligus Menteri Sekretaris Negara, Prasetyo Hadi, mengatakan setidaknya ada tiga hal yang perlu diperbaiki. Pertama, kata Prasetyo, manajemen BUMN. Tak hanya manajemen, Prasetyo menilai keuangan dan kepegawaian BUMN juga perlu dibenahi.
“Siapa yang ditugaskan BUMN? Komisaris membenahi tiga hal tadi. Bukan berencana dapat tantiem. Ini semangatnya kita lihat. Kami mau memperbaiki BUMN itu,” kata Prasetyo saat ditemui di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 5 Agustus 2025.
Penghapusan insentif dan tantiem komisaris BUMN diputuskan lewat Instruksi bos Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara) Rosan Roeslani. Instruksi itu tertuang dalam surat resmi bernomor S-063/DI-BP/VII/2025 tertanggal 30 Juli 2025.
Selain itu, dewan komisaris di perusahaan pelat merah diimbau tidak menerima insentif kinerja ataupun insentif khusus dan jangka panjang.
“Anggota dewan komisaris BUMN dan anak usaha BUMN tidak diperkenankan mendapatkan tantiem, insentif, dan atau penghasilan dalam bentuk lain yang berkaitan dengan kinerja perusahaan,” bunyi surat yang diteken Chief Executive Officer Danantara Indonesia Rosan Roeslani dan diperoleh Tempo pada Jumat, 1 Agustus 2025.
Selain mengatur pemberian tantiem dan insentif untuk dewan komisaris, Danantara Indonesia memberikan aturan baru bagi dewan direksi. Berdasarkan surat tersebut, dewan direksi di BUMN dan anak usahanya masih bisa memperoleh tantiem dan insentif dari kinerja perusahaan sesuai dengan kebijakan yang berlaku.
Dewan direksi yang berhak mendapatkan tantiem dan insentif ini didasarkan pada laporan keuangan yang benar-benar mencerminkan kinerja operasional perusahaan yang berkelanjutan. Insentif tidak boleh dihitung dari hasil aktivitas non-operasional, seperti keuntungan revaluasi aset, penjualan aset, atau transaksi satu kali lain yang tidak berulang.
Rosan beralasan aturan itu diterbitkan untuk pembenahan menyeluruh terhadap cara negara memberi insentif. "Dengan kebijakan ini, kami ingin memastikan bahwa setiap penghargaan, terutama di jajaran dewan komisaris sejalan dengan kontribusi dan dampak nyatanya terhadap tata kelola BUMN terkait,” ujarnya dalam keterangan resmi di Jakarta, pada Jumat, 1 Agustus 2025, seperti dikutip dari Antara.
Ia juga memastikan bahwa kebijakan tersebut bukan bentuk pemangkasan honorarium, melainkan penyelarasan struktur remunerasi agar sesuai dengan praktik tata kelola perusahaan terbaik global atau Good Corporate Governance (GCG).
“Komisaris akan masih menerima pendapatan bulanan tetap yang layak sesuai dengan tanggung jawab dan kontribusinya,” kata bos Danantara tersebut.
Hendrik Yaputra dan Alif Ilham Fajriadi berkontribusi dalam penulisan artikel ini
Pilihan editor: Khofifah soal Pengibaran Bendera One Piece: Merah Putih Harga Mati