Jakarta, CNBC Indonesia - Ribuan buruh di seluruh Indonesia akan kembali menggelar aksi demo pada 28 Agustus mendatang, di mana mereka akan membawa beberapa tuntutan.
Salah satu tuntutannya yakni kenaikan upah minimum regional (UMR) di 2026 sebesar 8,5% hingga 10,5%. Ketua Koalisi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) sekaligus Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan ada tiga indikator pengukuran terkait upah minimum yang harus dinaikkan minimal sebesar 8,5%.
Pertama, mengacu pada data inflasi resmi pemerintah. Berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 168 Tahun 2024, periode penghitungan inflasi bukan Januari-Desember 2025, melainkan Oktober tahun sebelumnya hingga September 2025.
"Kami menggunakan data pemerintah yang menyatakan dan mengukur kenaikan upah minimum itu untuk 2026 menggunakan data inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan indeks tertentu sesuai keputusan Mahkamah Konstitusi Nomor 168 Tahun 2024 yang," kata Said Iqbal dalam konferensi pers, Rabu (20/8/2025).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), inflasi dari Oktober 2024 hingga Juli 2025 tercatat mencapai 2,66%. Untuk Agustus-September 2025, data resmi memang belum keluar.
Namun, Litbang KSPI menggunakan metode regresi untuk memperkirakan tambahan inflasi minimal 0,6% pada dua bulan tersebut. Dengan demikian, total inflasi dalam periode yang relevan mencapai 3,26%.
Angka ini kemudian dijadikan salah satu komponen penting dalam menghitung kenaikan upah minimum 2026. KSPI menegaskan, perhitungan tersebut sudah sesuai formula pemerintah sendiri, bukan asumsi sepihak dari serikat pekerja.
Said Iqbal menambahkan, jika pemerintah tetap konsisten pada formulanya, maka data inflasi yang sudah dihitung KSPI otomatis menjadi acuan dalam menentukan kenaikan upah. Karenanya, angka dasar 3,26% inflasi adalah pondasi awal tuntutan buruh.
"Kami menghitung Juli sampai September 2025 dalam 2 bulan itu inflasi minimal bisa lebih 0,6%, sehingga 2,66% dari Oktober 2024 sampai Juli 2025 sama dengan 2,66% tadi ditambah 0,6, ketemulah angka 3,26%. Angka 3,26% dari Litbang Partai Buruh dan KSPI sudah menghitung inflasi sebesar itu," tambah Said Iqbal.
Kedua, pertumbuhan ekonomi yang menjadi variabel penting. Litbang KSPI menghitung rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional dalam periode Oktober 2024 hingga September 2025. Meskipun data Agustus-September 2025 belum tersedia, metode regresi kembali digunakan untuk memproyeksikannya.
Hasilnya, pertumbuhan ekonomi diperkirakan berada di kisaran 5,1% hingga 5,2%. Semua data ini bersumber dari BPS. Dari hasil penjumlahan inflasi 3,26% dengan pertumbuhan ekonomi 5,2%, diperoleh angka 8,46% yang kemudian dibulatkan menjadi 8,5 persen.
"Pertumbuhan ekonomi dengan cara yang sama dari Oktober 2024 sampai dengan September 2025, tentu Agustus dan September datanya diregresikan ketemu angkanya pertumbuhan ekonomi tersebut 5,1% sampai dengan 5,2%. Semua data adalah data pemerintah dalam hal ini dari BPS, sehingga sudah ketemu inflasinya dari Oktober 2024 sampai September 2025 sebesar 3,26%," ungkapnya.
Ketiga, variabel lain yang turut masuk dalam rumus adalah indeks tertentu. Tahun lalu, Presiden Prabowo Subianto menggunakan indeks 0,9%, sehingga kenaikan upah minimum 2025 ditetapkan sebesar 6,5%.
Untuk 2026, KSPI memasukkan indeks 1,0% sebagai acuan. Di daerah-daerah dengan pertumbuhan ekonomi yang jauh melampaui rata-rata nasional, indeks tertentu bisa lebih tinggi. Said Iqbal mencontohkan Maluku Utara yang dalam dua tahun terakhir mencatat pertumbuhan ekonomi hingga 20%, atau empat kali lipat pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kasus seperti ini, indeks tertentu dihitung 1,4%.
"Dalam dua tahun terkahir misalnya, Maluku Utara pertumbuhan ekonominya 20 persen kan 4 kali pertumbuhan ekonomi nasional. Maka indeks tertentunya dipakai 1,4 persen, Jadi, inflasi 3,26 persen ditambah 1,4 persen dikali 5,2 persen pertumbuhan ekonomi ketemulah 10,5 persen," pungkasnya.
(fab/fab)
[Gambas:Video CNBC]
Next Article LPEM UI Ungkap Nilai Subsidi Upah Kurang Efektif Dongkrak Daya Beli