
KEPALA Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana menyatakan pihaknya menargetkan pembentukan Satuan Pelaksana Program Gizi (SPPG) sebanyak 31.000 hingga November 2025. Dadan menyampaikan, saat ini jumlah SPPG yang beroperasi terus bertambah. Hingga 8 September 2025, sudah ada 7.477 SPPG tersebar di 38 provinsi, 509 kabupaten, dan 7.022 kecamatan.
"Namun, masih ada lima kabupaten yang belum memiliki SPPG, baik yang operasional maupun dalam pengajuan, yaitu di Papua Barat, Kepulauan Pegunungan Arfak, Sumba Tengah, Papua Barat Daya, serta Mahakam Ulu di Kalimantan Timur," kata Dadan dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi IX DPR RI, Senin (8/9).
Menurut Dadan, total SPPG yang sudah terdaftar di portal mitra.bgn.go.id mencapai 29.501 unit. Seluruh bangunan didanai secara swadaya oleh masyarakat, dengan biaya pembangunan rata-rata Rp1,5 miliar hingga Rp2 miliar per SPPG.
“Setiap rupiah yang dikeluarkan BGN men-trigger Rp5 dari masyarakat,” ujar Dadan.
Dadan menjelaskan, target pembentukan SPPG terus digenjot setiap bulan. Pada Juli 2025, BGN berhasil membentuk 2.391 SPPG dengan penerima manfaat sekitar 7 juta orang, melampaui target awal 1.994. Agustus lalu, target 7.000 juga tercapai dengan 7.453 SPPG terbentuk. September dan Oktober masing-masing ditargetkan 7.000 SPPG baru.
“Secara keseluruhan, kami menargetkan 25.000 SPPG di wilayah aglomerasi dan 6.000 di daerah terpencil, sehingga totalnya sekitar 31.000 SPPG. Ini sangat penting karena penyerapan anggaran BGN identik dengan jumlah SPPG operasional, setiap satu SPPG bisa menyerap sekitar Rp1 miliar per bulan,” ucap Dadan.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani mengingatkan BGN agar memperketat pengawasan terkait modus pendaftaran SPPG. Ia menyoroti adanya pihak-pihak yang hanya mendaftarkan yayasan tanpa melampirkan foto dapur atau lokasi.
“Yang mendaftarkan diri untuk punya SPPG sebaiknya melampirkan juga gambar dapur. Jangan hanya yayasan, karena ini modus jual beli dapur,” kata Irma.
Ia juga menyoroti masih adanya dapur SPPG yang tidak memenuhi standar, mulai dari food tray hingga menu makanan. Irma meminta BGN memberikan sanksi bagi SPPG yang tidak disiplin. “Kalau sampai dua atau tiga kali tidak sesuai standar, harus diberi sanksi. Jangan dibiarkan, karena ini merusak nama BGN dan pemerintah,” ungkapnya.
Irma menambahkan, bila makanan basi atau menyebabkan keracunan, SPPG wajib mengganti dengan menu yang layak serta memberikan santunan bila ada korban dengan kondisi cukup berat.
“BPJS memang menanggung biaya pengobatan, tapi SPPG juga harus bertanggung jawab,” tukasnya.(M-2)